Gelar Budaya Temanggung TMII 2008
Lagu ‘Yen ing tawang ono Lintang’ itu begitu enak didengar. Duet saut-sautan antara Dany dan penyanyi keroncong kawakan Toto Salmon itu kembali menghangatkan suasana acara ‘Gelar Budaya Tahunan’ Temanggung di Taman Mini Indonesia Indah. Cuaca panas sejenak tidak terasa, terbuai alunan lagu Jawa klasik itu.
Toto Salmon memang menjadi bintang tamu tak resmi dari acara tersebut. Tiga lagu dia nyanyikan untuk menghibur tamu yang notabene ‘orang-orang’ Temanggung, di perantauan, terutama Jakarta dan Bandung. Bahkan Muchyidin yang tinggal di Bontang menyempatkan diri untuk mampir ke acara sebelum sorenya terbang ke Jogja.
Gelar budaya itu acara utamnya adalah pegelaran ketoprak ‘Onde-onde Gandum”. Ketoprak yang disutradarai Didik itu cukup memikat pengunjung. Tarian-tarian yang energik dan dagelan yang lumayan lucu membuat ketoprakan itu lebih hidup. sayang pentunjukan agak terlalu lama, dua jam lebih.
Acara itu dibuka oleh Bambang Arohman, pelaksana harian Sekda Temanggung. ‘’Ini masa transisi kepemimpinan di Temanggung, sehingga saya mewakili impinan di Temanggung hadir di sini dan membuka acara ini,’’ katanya.
Dia merasa gembira karena antusiasme masyarakat Temanggung cukup tinggi terhadap kegiatan yang dilaksanakan pemerintah daerah. ‘’Terimakasih atas kehadiran warga Temanggung di Jakarta dan sekitarnya yang ikut memeriahkan acara ini,” kata Bambang.
Seperti biasa, ketika acara Temanggungan ini digelar selalu tersedia masakan khas Temanggung. Makanan khas itu disediakan oleh Puspa catering, di situ ada empis-empis, pecel kenci, brongkos, dll. Organisasi Pikatan yang selama ini aktif dalam berbagai kegiatan di Temanggung, termasuk panitia di acara ini membuka stan yang menjual kaos khas Temanggungan. Selain itu juga diberikan gratis tabloid Stanplat yang memang diterbitkan Pikatan. Kemudian ada pentas keroncong yang mereka namakan Tjroeng.
Evaluasi
Namun menurut Prasetyo Ujiantono, “acara TMII tahun ini dirasa kurang meriah, di samping jumlah pengunjung menurun acaranya klasik, datang, duduk dan nonton, makan pulang. Acara “ketoprakan” saya kira kurang pas dipentaskan pada siang bolong dan kosong seperti itu. Apalagi jenisnya ketoprak humor. Seni ketoprak itu akan sangat bagus dan hidup bila dibarengi dengan dekorasi (background) yang mendukung situasi,”tuturnya.
Evaluasi
Namun menurut Prasetyo Ujiantono, “acara TMII tahun ini dirasa kurang meriah, di samping jumlah pengunjung menurun acaranya klasik, datang, duduk dan nonton, makan pulang. Acara “ketoprakan” saya kira kurang pas dipentaskan pada siang bolong dan kosong seperti itu. Apalagi jenisnya ketoprak humor. Seni ketoprak itu akan sangat bagus dan hidup bila dibarengi dengan dekorasi (background) yang mendukung situasi,”tuturnya.
Seperti kesenian tradisional lainnya, nasib kesenian pedalangan maupun karawitan di daerah Temanggung sangat mengenaskan. Di sini Papang berharap agar gerakan lokal menghidupkan kembali warisan seni budaya nenek moyang kita lewat pertunjukan-pertunjukan wajib di daerah Temanggung.
Seperti di daerah Kabupaten Wonosobo, kalau tidak salah setiap selapanan ada pagelaran Wayang Kulit wajib di alun-alun kota Wonosobo yang diselenggarakan oleh Paguyuban Seni Pedalangan daerah Wonosobo. “Melalui even seperti itu diharapkan seni pedalangan dan karawitan akan tetap eksis,”katanya.
Saatnya Temanggung meniru kabupaten tetangga dalam melestarikan seni budaya adilihung ini.(Anif Punto)
0 komentar:
Posting Komentar